
Bedhaya Ladrang Mangungkung tercipta pada tahun 2013. Dalam perkembangannya, bedhaya ini mengalami proses penyempurnaan gerakan tari, kostum, dan notasi gendhing. Bedhaya Ladrang Mangungkung dipisungsungkan (dipersembahkan) menjadi Yasan Dalem SIJ KGPAA Mangkunagoro X yang dikukuhkan pada tanggal 12 Maret 2022. Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung dibawakan oleh 7 orang penari perempuan. Tarian ini menggambarkan jiwa patriotisme dan sepak terjang pasukan elit estri (perempuan) yang dibentuk oleh Pangeran Sambernyawa di masa perjuangan melawan Kompeni Belanda dan di masa pemerintahan KGPAA Mangkunagoro I di Praja Mangkunegaran.

Gerakan beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung diambil dari gerakan beksan putri gaya Mangkunegaran khususnya srimpi, bedhaya dan wireng. Di samping itu juga ada pengembangan gerak dan garap pola lantai atau gawang.

Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung menggambarkan latihan perang pasukan elit estri (perempuan) yang tangguh, gagah berani, tangkas, cekatan dan mahir memainkan berbagai jenis senjata perang khususnya wedung (senjata khusus bagi perempuan) namun tetap tidak meninggalkan kodratnya sebagai perempuan.

Kostum beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung mengenakan dodot prajuritan yang dipakai bagian atas, dodot kain lurik motif dom kecer warna merah, dom atau jarum meskipun berwujud kecil tapi sangat tajam, sedangkan warna merah simbol keberanian.
Bagian bawah menggunakan kain samparan hitam bagian tepi bawah ada motif untu walang seperti ujung tombak sebagai simbol senjata. Warna hitam sebagai simbol ketenangan dan kekuatan tekad. Perpaduan warna hitam dan putih disebut bangun tulak melambangkan ada yang membangun dan ada yang mendukung tetapi juga ada yang menolak, dalam karya ini sebagai suatu harapan agar apa yang dicita-citakan mendapat dukungan untuk mewujudkannya.

Sampur atau selendang untuk menari berwarna putih di ujung ada motif untu walang warna putih berarti suci, ketulusan. Perpaduan warna merah dan putih disebut gula klapa yang artinya kesuburan, pertumbuhan, sehingga apa yang dicita-citakan selalu berkembang meningkat. Perpaduan warna hitam dan merah dinamakan alas kobong sebagai lambang berkobarnya semangat untuk mewujudkan cita-cita. Properti yang digunakan sebuah wedung kecil sebagai alat perang dengan untaian bunga melati.

Untuk perhiasan memakai cundhuk mentul 1 (satu) buah menghadap ke belakang, cundhuk jungkat, giwang, kalung penanggalan berbentuk wulan tumanggal, dan gelang. Memakai gelung gedhe (sanggul pandhan) dengan hiasan mata melok, penetep untaian melati, tusuk konde kecil kiri kanan, dan sinthingan bunga kantil 2 pasang di kiri dan kanan.
Sanggul yang digunakan adalah model Gelung Gedhe dengan hiasan untaian bunga melati model Mata Melok, sebagai lambang untuk dapat melihat apa yang terjadi di belakang. Untaian melati digunakan untuk menangkis serangan dari belakang dan sinthingan digunakan sebagai penghias sanggul.
Cundhuk Jungkat disebut dengan Wulan Tumanggal karena berbentuk seperti bulan sabit, melambangkan bahwa kehidupan di dunai hanya diserahkan kepada Tuhan YME. Cundhuk Mentul ditancapkan di atas sanggul menghadap ke belakang bermakna memohon berkah kepada Tuhan YME.

Kalung berbentuk bulan sabit yang maknanya sama dengan cundhuk jungkat, giwang, dan gelang naga sebagai perhiasan pelengkap rias busana. Tusuk konde yang terpasang selain untuk pelengkap riasan busana, sewaktu-waktu dapat digunakan juga sebagai senjata. Gelang sewaktu-waktu dapat digunakan juga sebagai pemukul atau penangkis pukulan.
Konsep penyusunan Bedhaya Ladrang Mangungkung Yasan Dalem SIJ KGPAA Mangkunagoro X dapat dimaknai sebagai bentuk konkrit Puro Mangkunegaran dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan khususnya beksan gaya Mangkunegaran.
Leave a Reply