Puro Mangkunagaran, atau Istana Mangkunegaran adalah istana resmi Kadipaten Praja Mangkunegaran dan tempat kediaman para penguasanya>

Beksan Gatutkaca Dadung Awuk

Beksan Gatutkaca Dadung Awuk

Beksan Gatutkaca Dadung Awuk diciptakan pada masa pemerintahan KGPAA. Mangkunegara IV. Tarian ini bersumber dari Mahabarata episode parta krama atau perkawinan antara Arjuna dengan Dewi Sembadra. Menceritakan pengabdian kesatria Gatutkaca mencari mas kawin kerbau danu untuk pernikahan Arjuna. Adapun Dadung Awuk adalah raksasa yang diberi tugas Bathara Indra menggembala dan menjaga kerbau danu. Melalui sebuah pertarungan sengit Dadung Awuk dapat dikalahkan oleh Gatutkaca.

Beksan Gatutkaca Dadung Awuk bergenre wireng bersumber dari Mahabarata atau cerita lainnya yang diselaraskan dengan iringan karawitan. Wireng mengambil tema keprajuritan, tokoh yang mengeluarkan kemampuan dan kesaktiannya menggunakan tangan kosong maupun senjata.

Wireng mengalami perkembangan pesat pada masa KGPAA. Mangkunegara IV. Ditandai dengan berbagai kreasi tari wireng seperti: Harjuna Sasra, Gatutkaca Dadung Awuk, Karna Tinandhing, Palgunadi dan sebagainya. Waktu itu penari wireng terdiri dari para putra dan sentana-dalem yang disesuaikan dengan karakter tokohnya.

Beksan Gatutkaca Dadung Awuk disusun kembali oleh Rono Suripto sekitar tahun 1990. Tarian ini diciptakan dengan pola-pola spesifik gerak Mangkunegaran, dengan ciri-ciri; sembahan, sabetan, besut, ombak banyu, sekaran kebyok sampur, perangan, perangan properti prapatan, sekaran ayak-ayakan, dan srisig. Iringan tarian ini berupa gendhing pethetan slendro menyuro, ada-ada slendro menyuro, sampak ro (dua) menyura, ladrang sapu jagad, srepeg ro (dua) menyura diakhiri dengan ayak-ayakan.

Penari Gatutkaca Dadung Awuk dibawakan oleh 2 orang atau kelipatan 2 sampai dengan 8. Dua orang penari sebagai tokoh Gatutkaca yang lain sebagai tokoh Dadung Awuk. Pemilihan penari mempertimbangan aspek wiraga (ketrampilan gerak tubuh), wirama (ketrampilan menyesuaikan gerak tubuh dan karawitan) dan wirasa (ketrampilan menyampaikan pesan melalui gerak tubuh).

Rias wajah Gatutkaca menggunakan rias gagah theleng (menatap). Penari mengenakan irah-irahan gelung minangkara grada, sumping kembang sirih, brengos, praba (dengklak), kelat bahu naga karangrang, gelang kencana, kalung lulur, kutang antakusuma warna biru, sabuk cinde cakar, jarit parang barong, sampur gendolo giri warna biru dan merah, boro cinde cakar, celana monte mlati (lancingan) warna biru, uncal (bandil, badong), epek, timang, lerep, binggel kencana, dan menggunakan properti gada wesi kuning (bindi).  Dadung Awuk menggunakan rias buta senopati. Penari mengenakan irah-irahan jebobog, sumping kembang kluwih, cangkeman buta, kelat, gelang kencana, baju (klambi), dadung (kalung), gimbalan, sabuk cinde rante, epek, timang, lerep, sampur gendala giri warna kuning, jarit parang barong, boro cinde rante, uncal (bandil, badong), celana, binggel kencana, binggel klinting dengan properti yang dipergunakan adalah properti pecut atau cemeti.

Keunikan Beksan Gatutkaca Dadung Awuk Mangkunegaran terlihat pada kostum dan properti berupa sebuah cambuk dan klinting pada pergelangan kaki Dadung Awuk. Permainan cambuk Dadung Awuk mengeluarkan suara khas dan memberikan warna tersendiri. Tak hanya itu penggunaan properti gada (semacam pentungan) untuk tokoh Gatutkaca juga hanya dijumpai di Mangkunegaran.

Pementasan Beksan Gatutkaca Dadung Awuk selalu disesuaikan dengan konsep-konsep tari Jawa yaitu sawiji, greged, sengguh dan ora mingkuh. Nilai estetis Gatutkaca Dadung Awuk terletak pada keharmonisan antara ornamen gerak tari dengan irama karawitan.  Sejak tahun 1991 Beksan Gatutkaca Dadung Awuk mulai dipentaskan dan dikenalkan kepada publik. Hingga saat ini tarian ini dipentaskan di acara Setuponan atau acara penting lainnya di Puro Mangkunegaran.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*