Puro Mangkunagaran, atau Istana Mangkunegaran adalah istana resmi Kadipaten Praja Mangkunegaran dan tempat kediaman para penguasanya>

Mangkunegaran dan Pergerakan Nasional

KGPAA Mangkunegara VII

Solo merupakan kota pergerakan dan Mangkunegaran merupakan salah satu penggeraknya. Hal itu nampak dari posisi Mangkunegaran dan peran KGPAA Mangkunegara VII (1916-1944) dalam kancah pergerakan nasional. Semasa mudanya beliau aktif mengikuti perkumpulan Budi Utomo cabang Surakarta. Kecintaanya pada dunia tulis-menulis membawanya menjadi seorang jurnalis harian berbahasa Jawa Dharmo Kondho. Tulisan- tulisannya mencerminkan seorang nasionalis yang menginginkan kemajuan dan perubahan. Selain itu, beliau juga menjadi penasehat perkumpulan pelajar Tri Koro Dharmo.

Pada periode itu, Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pergerakan yang berbasis Budaya Jawa. Saat itu para pemimpinnya kebanyakan berasal dari kaum intelektual dan priayi. Berpindahnya kedudukan pengurus pusat Budi Utomo ke Solo menjadi bukti keaktifan keraton (Kasunanan dan Mangkunegaran) dalam memimpin pergerakan. Beberapa diantaranya Dokter Rajiman Widyodiningrat menjadi ketua periode 1908-1911, Raden Mas Soerjosoeparto (menjadi Mangkunegara VII) ketua periode 1915-1916, serta Pangeran Woerjaningrat yang menjadi ketua periode 1916-1921, 1923-1925, dan 1933-1935.

Mangkunegaran di masa pemerintahan Mangkunegara VII telah memunculkan ide-ide dan sikap progresif untuk kemajuan masyarakat Jawa melalui pendidikan, pergerakan politik, nasionalisme, seni, dan agenda-agenda kebudayaan. Mangkunegara VII berupaya membuat titik temu antara Barat dan Timur melalui pembentukan Lingkar Studi Kebudayaan dan Filsafat pada tahun 1917. Kelompok ini beranggotakan orang Jawa, Cina, misionaris, pegawai kolonial, dan kaum intelektual. Tujuan lingkar studi ini untuk menciptakan hubungan erat antara Budaya Barat dan Jawa. Lingkar Studi Kebudayaan dan Filsafat menjadi sarana Mangkunegara VII untuk mengukuhkan bahwa budaya Jawa memiliki peran penting yang perlu dipahami oleh negera-negara Barat.

Kontribusi penting dari Mangkunegara VII adalah menyelenggarakan Kongres Kebudayaan (Jawa) pada tanggal 5-7 Juli 1918 sebagai embrio lahirnya Kongres Kebudayaan di Indonesia. Ide dan pelaksanaan Kongres Kebudayaan Jawa itu melibatkan berbagai kalangan dari Mangkunegaran, Kasunanan, dan Belanda. Beliau juga mengambil inisiatif untuk mendirikan Java Institut pada tahun 1919 yang bertujuan memajukan kebudayaan pribumi mencakup Jawa, Madura, dan Bali. Java Institut menerbitkan majalah berbahasa Jawa sebagai media perdebatan proses perubahan kebudayaan Jawa pada arus modernitas budaya Barat.

Puro Mangkunegaran

Warisan-warisan Mangkunegara VII mengenai ide nasionalisme, pergerakan politik, dan agenda-agenda kebudayaan mungkin terabaikan oleh hiruk-pikuk politik dan ekonomi di tanah air. Namun sejarah telah mencatat bahwa Solo sebagai kota pergerakan memiliki kaitan erat dengan keberadaan Mangkunegaran sebagai salah satu kerajaan yang turut berperan dalam pergerakan nasional.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*