
Pasar Triwindu dibangun pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII. Pasar ini dibangun pada tahun 1939 hadiah ulang tahun dari Gusti Noeroel Kamaril kepada ayahnya, Mangkunegara VII yang juga bertepatan dengan tiga windu kenaikan tahta beliau. Dinamakan Triwindu, berasal dari dua gabungan kata yaitu tri dan windu. Tri dalam bahasa Jawa berarti tiga, dan windu berarti delapan tahun. Setelah digabungkan maka triwindu memiliki arti 24 tahun. Pada saat peringatan tiga windu kenaikan tahta Mangkunegara VII (1916-1944) diselenggarakan pasar malam di Pasar Triwindu yang bertujuan memberikan hiburan kepada rakyat.

Semula, Pasar Triwindu hanya terdiri dari sederetan meja yang berjajar untuk menjajakan jajanan pasar (kuliner), kain, maupun majalah atau koran. Namun seiring perkembangan zaman, pada tahun 1960 pedagang mulai mendirikan kios-kios kecil. Selain jajanan, pasar ini juga menjadi pusat transaksi barang-barang kuno.

Pada tahun 2008, Pasar Triwindu dipugar dan dibuat bangunan baru disesuaikan dengan arsitektur budaya Jawa dan diresmikan penggunaannya pada tahun 2011. Pasar ini dibuat dua lantai dan dilengkapi dengan halaman yang luas untuk parkir. Di area ini sering digunakan untuk pertunjukan kesenian. Sejak saat itu, Pasar Triwindu menjadi pusat barang antik di Kota Surakarta. Berbagai benda kuno bisa ditemukan disini, antar alain: alat musik, alat elektronik, alat dapur, mata uang, topeng, barang keramik, perlengkapan membatik, mainan tradisional. Pasar ini ramai dikunjungi oleh para kolektor barang antik baik dari dalam negeri, maupun mancanegara.
Leave a Reply