
Sebagai penerus dinasti Mataram, Mangkunegaran tetap mempertahankan konsep kosmologi Jawa saat membangun Puro Mangkunegaran dengan menerapkan catur gatra tunggal, yaitu empat elemen dalam satu unit yang terdiri dari: kraton, alun-alun, masjid dan pasar. Sebelumnya konsep catur gatra tunggal pernah dilakukan ketika membangun Keraton Mataram dan Keraton Surakarta.
Mengacu pada konsep tata ruang Jawa, pasar merupakan representasi ruang ekonomi yang harus diadakan sebagaimana masjid, alun-alun dan istana. Keberadaan berbagai pasar merupakan salah satu aset ekonomi milik Praja Mangkunegaran. Mangkunegaran membangun gedung dan menyewakan los-los kepada para pedagang untuk meningkatkan kehidupan ekonomi rakyat.
Di Praja Mangkunegaran, pasar dipimpin oleh seorang Inspektur Pasar. Ia dibantu beberapa Punggawa Pasar, yakni Ajung Inspektur, Lurah Pasar, dan pembantu yang mengontrol dan mengawasi pasar setiap hari. Para pedagang membayar uang sewa sesuai dengan tempat berjualan, baik los maupun pelataran. Setelah membayar uang sewa pedagang akan mendapatkan karcis yang telah dicap.
Salah satu pasar terbesar yang terletak di wilayah Praja Mangkunegaran yakni, Pasar Legi. Pasar ini didirikan pada masa pemerintahan Mangkunegara I (1757-1795). Hingga tahun 1930, Pasar Legi masih merupakan pasar tradisional dengan bentuk los sederhana dimana para pedagang berjualan dengan cara menggelar dagangannya ditanah dan atap yang terbuka. Namun komoditas yang dijual sudah cukup beragam. Pada tahun 1936, Mangkunegoro VII (1916 – 1944) merenovasi Pasar Legi menjadi lebih modern sehingga kondisinya lebih rapi dan tertib.

Nama Pasar Legi karena diambil dari hari pasaran Legi. Menurut cerita, di Pasar Legi juga dijual dagangan yang bersifat legi atau manis, misalnya gula jawa, gula aren, gula batu, gula aren, jagung manis hingga minuman legen.
Sejak dibangun oleh Mangkunegara VII, Pasar Legi berkembang semakin pesat sebagai salah satu pasar induk yang menjadi pusat transaksi hasil bumi karena wilayah Mangkunegaran memang dikenal sebagai penghasil komoditas pertanian dan perkebunan. Pasar yang memiliki luas sekitar 16.640 m2 ini mendapatkan pasokan dagangan dari berbagai daerah, dari wilayah sekitar Surakarta maupun dari luar daerah. Tidak mengherankan bila selalin memiliki gedung yang tergolong besar, Pasar Legi juga memperoleh pendapatan yang besar di antara pasar- pasar milik Praja Mangkunegaran.
Setelah Indonesia merdeka Pasar Legi berpindah tangan dikelola oleh Pemerintah Kota Surakarta. Setelah sekian lama beraktivitas, Pasar Legi dilakukan pemugaran pertama kali oleh Pemerintah Kota Surakarta pada tahun 1992, dari awalnya satu lantai menjadi dua lantai. Pada tahun 2008 Pemerintah Kota Surakarta kembali merenovasi beberapa bagian pasar.
Pada zaman dahulu Pasar Legi sudah memulai aktivitasnya sekitar jam 2 pagi dimana bakul-bakul (pedagang) yang terdiri dari mbok-mbok (kaum perempuan) berjalan kaki beriringan dari desa menuju Pasar Legi untuk menjajakan barang dagangannya. Aktivitas itu berlanjut hingga saat ini. Dapat dikatakan Pasar Legi beraktivitas selama 24 jam. Suasana selalu ramai baik karena perdagangan dalam pasar maupun kaki lima. Maka tak heran apabila Pasar Legi memiliki perputaran uang yang cukup besar, sehinga Pasar Legi merupakan salah satu penopang utama perekonomian di Kota Surakarta.
Leave a Reply