Puro Mangkunagaran, atau Istana Mangkunegaran adalah istana resmi Kadipaten Praja Mangkunegaran dan tempat kediaman para penguasanya>

Pemajuan Pendidikan di Mangkunegaran

Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas diperingati setiap tanggal 2 Mei. Tanggal ini bertepatan dengan kelahiran sosok pejuang pendidikan, Ki Hadjar Dewantara. Beliau tidak kenal lelah memperjuangkan rakyat agar dapat mengenyam pendidikan yang layak. Jika pendidikan tidak diperjuangkan maka rakyat Indonesia tidak akan pernah merasakan kemerdekaan dan berkembang seperti sekarang.

Semangat memajukan pendidikan dilakukan pula oleh Mangkunegara VI (1896-1916) dan Mangkunegara VII (1916-1944). Kedua raja ini pernah mengeyam pendidikan formal Eropa. Hal ini yang mendasari pemikiran beliau begitu progresif dalam memikirkan kemajuan rakyatnya agar tidak ketinggalan zaman. Pembangunan dunia pendidikan menjadi prioritas utamanya.

Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII, didirikan lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselengarakan di sekolah-sekolah secara teratur, sistematis dan memiliki jenjang serta waktu yang telah ditentukan. Sedangkan pendidikan non-formal adalah bentuk pendidikan yang diselengarakan secara tertib, terarah dan berencana yang berlangsung di luar sekolah.

Dalam penyelenggaraan pendidikan formal, Mangkunegaran telah mengusahakan pendirian sekolah sejak masa pemerintahan Mangkunegara VI. Sekolah-sekolah tersebut antara lain Sekolah Siswo, Sekolah Siswo Rini dan Sekolah Menengah Putri. Sekolah Siswo merupakan sekolah pertama milik Mangkunegaran yang didirikan pada tahun 1912. Lokasinya berada di depan Puro Mangkunegaran mengahadap ke Timur. Sekolah Siswo merupakan sekolah nomor satu, namun pada tahun 1914 dijadikan HIS (Hollandsch-Inlandsche School).

Disamping Sekolah Siswo, Mangkunegaran juga mendirikan Sekolah Siswo Rini yakni sekolah khusus bagi kaum perempuan. Lokasinya berada di depan pintu gerbang Timur Puro Mangkunegaran. Sekolah ini didirikan atas pertimbangan pentingnya kedudukan dan tanggung jawab perempuan mengelola rumah tangga dan menyipakan generasi penerus.

Pendidikan formal lainnya adalah sekolah-sekolah desa (Volksschool) dan sekolah MULO (Meer Untgebreid Lager Onderwijs: pendidikan setara SMP) Mangkunegaran. Pendirian sekolah-sekolah desa dilakukan pada tahun 1918. Pada tahap awal biaya pengadaan sekolah-sekolah ditanggung oleh Mangkunegaran meliputi pembangunan gedung sekolah, pengadaan buku-buku dan alat tulis, perlengkapan kelas, gaji guru dan kepala sekolah. Selanjutnya pengadaan gedung-gedung sekolah desa dilakukan oleh pemerintaha desa sedangkan prasarana pendukung tetap ditanggung Mangkunegaran. Kebijaksanaan ini ditempuh semata-mata agar sekolah desa dapat menjangkau seluruh wilayah Mangkunegaran.

Untuk mengihindari siswa putus sekolah, Mangkunegaran memberikan beasiswa (studiefonds) bagi siswa-siswa yang tengah menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Mangkunegaran. Pemberian beasiswa ini diperuntukkan bagi siswa dari keluarga tidak mampu.

Selain pendidikan formal, Mangkunegara VII juga mengadakan pendidikan non-formal di wilayah Mangkunegaran. Pendidikan non-formal bergerak dalam kegiatan pemuda dan mendorong berdirinya organisasi-organisasi kepemudaan. Diantaranya Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) yang didirikan tahun 1917 serta Kirado Mudo dan Mulat Sarira yang didirikan tahun 1934. Organisasi kepemudaan ini juga diharapkan membantu pemberantasan buta huruf untuk seluruh rakyat Mangkunegaran.

Pendidikan di Mangkunegaran mengalami kemajuan yang pesat pada masa pemerintahan Mangkunegara VII. Beliau salah satu raja yang memiliki cita-cita menghapuskan buta huruf di seluruh wilayah Mangkunegaran. Dengan adanya pendidikan di wilayah Mangkunegaran telah memunculkan golongan intelektual yang ke depan menjadi motor pergerakan nasional.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*