
Figur RA Kartini dikenal sebagai pahlawan perempuan di Indonesia yang mempunyai perhatian tinggi terhadap persoalan bangsa, terutama pendidikan dan perempuan. Kala itu, perempuan tidak berhak mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang setara dengan kaum pria. Tidak mengherankan apabila kegiatan perempuan hanya seputar dapur (memasak), sumur (mencuci), dan kasur (melayani kebutuhan suami). Pengelompokan kerja semacam itu, memunculkan tugas perempuan yakni macak (berdandan untuk menyenangkan hati suami), masak (menyiapkan makan bagi keluarga) dan manak (melahirkan).
Kartini mendobrak kondisi yang memprihatinkan itu dengan membangun sekolah khusus perempuan. Selain itu, ia juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak perempuan. Bagi kartini, pendidikan bagi perempuan adalah keharusan. Ia meyakini perempuan yang terdidik kelak juga akan mendidik anak-anaknya dengan lebih maju.
Kepedulian pada pendidikan kaum perempuan juga dilakukan di Praja Mangkunegaran khususnya di masa kepemimpinan Mangkunegara VII (1916-1944). Mangkunegara VII menekankan pendidikan bagi kaum perempuan karena kelompok ini sulit mengenyam pendidikan setara dengan pria. Pada masa itu pendidikan perempuan Jawa hanya difokuskan pada anak-anak perempuan dari kalangan bangsawan atau priyayi. Faktor lain adalah belum adanya sekolah-sekolah yang menerima anak perempuan sebagai peserta didik.
Berdasarkan kondisi sosial tersebut, Mangkunegara VII memiliki keinginan untuk mencerdaskan perempuan Jawa yang berasal dari rakyat kebanyakan agar tercapai pendidikan yang merata. Perhatian Mangkunegara VII terhadap pendidikan kaum perempuan Jawa nampak dengan dibangunnya sekolah-sekolah bagi kaum perempuan diantaranya adalah Siswo Rini dan sekolah menengah putri. Pendirian sekolah ini didasarkan atas pertimbangan akan pentingnya kedudukan serta tanggung jawab perempuan dalam rumah tangga.
Sekolah Siswo Rini telah berdiri sejak kepemimpinan Mangkunegara VI (1896-1916) dan mengalami kemajuan pada masa Mangkunegara VII. Setelah sukses mendirikan sekolah Siswo Rini, Mangunegara VII kemudian mendirikan sekolah menengah putri. Sekolah ini dapat berdiri setelah mendapat bantuan keuangan dari Praja Mangkunegaran. Tepat pada tanggal 1 Juli 1927 sekolah menengah putri diresmikan oleh Gusti Kanjeng Ratu Timur, permaisuri Mangkunegara VII.

Pelajaran yang diberikan meliputi ketrampilan rumah tangga ditambah mata pelajaran menyanyi, menari dan karawitan. Kurikulum yang lengkap menjadikan sekolah ini sebagai pusat pendidikan perempuan dan tempat persiapan bagi seorang perempuan sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Sekolah ini juga mendapat perhatian khusus dari Mangkunegara VII. Fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada siswi-siswi sekolah menengah putri antara lain diperkenankan menggunakan Pendopo Agung Mangkunegaran dengan gamelannya untuk pelajaran karawitan sekali dalam seminggu. Seringkali Gusti Kanjeng Ratu Timur secara langsung memberikan contoh pelajaran kepada para siswi. Empat kali dalam seminggu, siswi-siswi sekolah menengah putri juga diperkenankan menggunakan kolam renang, lapangan tenis dan lapangan olah raga lainnya di lingkungan Puro Mangkunegaran. Untuk membentuk watak ketimuran bagi kaum perempuan diberikan pelajaran mengenai etiket dan adat Jawa agar mereka tidak terasing dari kebudayaan Jawa.
Usaha Mangkunegara VII memajukan pendidikan bagi kaum perempuan didasarkan pertimbangan pentingnya kedudukan dan tanggung jawab perempuan dalam rumah tangga. Perempuan diharapkan menjadi teman setara bagi kaum pria untuk bersama-sama mengasuh dan mendidik anak-anak mereka hingga tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus. Untuk mencetak generasi penerus yang berkualitas seorang perempuan harus memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Leave a Reply