
Budaya politik Mangkunegaran yang dikembangkan oleh Mangkunegara I (1757-1795) mengalami proses penyesuaian di lingkup Mangkunegaran. Proses itu menimbulkan kebanggaan dan kepercayaan diri dikalangan pimpinan dan keluarga Mangkunegaran. Rasa kebanggaan itu membentuk identitas diri dalam bentuk trah atau wong Mangkunegaran.
Untuk membangun citra pemerintahan, Mangkunegaran melakukan penyesuaian tatanan pemerintahannya guna menunjukkan identitasnya sebagai kerajaan Jawa modern yang berbeda dengan Kasunanan dan Kasultanan. Penataan pemerintahan telah dibangun sejak Mangkunegara I dan diteruskan terutama oleh Mangkunegara IV (1853-1881), VI (1896-1916), dan VII (1916-1944). Dalam proses penataan birokrasi pemerintahan, terdapat tarik-menarik dua kepentingan yakni kepentingan birokrasi Belanda dengan birokrasi Kasunanan Surakarta. Mangkunegaran mampu membentuk identitasnya sebagai kerajaan Jawa modern.
Pada masa Mangkunegara I (1757-1795), kekuasaan atas pemerintahan relatif terbatas. Beliau hanya memiliki kekuasaan mengontrol semua aparat menjadi bawahannya, suatu hak untuk membangun loyalitas rakyatnya terhadap Pengageng Puro Mangkunegaran. Meskipun demikian, Mangkunegara I masih terkait dengan Belanda dan Sunan dalam memgambil keputusan. Hal ini nampak dalam surat-surat keputusan yang dikeluarkan Mangkunegara I masih menggunakan kalimat atas pertimbangan residen atau gubernur atau setelah berunding dengan residen atau gubernur.
Pada masa Pemerintahan Mangkunegara IV (1853-1881), masyarakat Jawa termasuk Mangkunegaran mengalami perubahan sosial sebagai akibat penetrasi penjajajah Belanda dan modernisasi Barat. Budaya politik melu handarbeni yang melekat dalam jiwa Mangkunegara IV telah mendorng perubahan sosial dalam tatanan birokrasinya. Birokrasi pemerintahan Mangkunegaran dikembangkan menjadi lebih luas dan fungsional.
Di Mangkunegaran terdapat seorang patih, yakni R. Ng. Mangkureja. Ia mengelola dua departemen, yaitu departemen luar (reh jaba) dan departemen dalam (reh jero). Patih mendapat gelar Tumenggung. Patih di Mangkunegaran berbeda dengan patih di Kasunanan. Patih di Kasunanan diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan konsekuensi setia dan taat kepada Sunan dan Pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu patih di Mangkunegaran diangkat oleh Mangkunegara dan hanya setia kepada Pengageng Puro Mangkunegaran. Patih Mangkunegaran adalah pegawai praja dan bukan pegawai Pemerintah Hindia Belanda. Sebutan patih di Mangkunegaran adalah Bupati Patih.
Pada tahun 1867, Mangkunegara IV melakukan modernisasi pemerintahan. Hal itu tersurat dalam pranatan tanggal 11 Agustus 1867. Isi pranatan membagi pemerintahan di bawah bupati patih menjadipemerintahan dalam (reh jero) dan pemerintahan luar (reh jaba).
Reh jero terbagi dalam 8 departemen masing-masing dipimpin oleh seorang wedana, yaitu: hamong praja, karta praja, marta praja, karti praja, reksa wibawa, mandra pura, purba baksana, dan yogiswara. Pemerintahan luar dipimpin oleh seorang wedana reksa praja.
Pada masa Mangkuenagara VII (1916-1944), modernisasi birokrasi pemerintahan dilanjutkan. Jabatan reh jaba dan reh jero dihapuskan. Bupati patih berada di bawah Mangkunegara VII. Ia membawahi departemen-departemen, pada tahun 1917 berkembang menjadi 14 departemen. Departemen-departemen itu disebut kabupaten. Adapun kabupaten-kapupaten dalam birokrasi pemerintahan Mangkunegara VII adalah kabupaten: pangreh praja, mandrapura, parimpuna, kartiptraja, sindumarto, wanamarta, yogiswara, hamongpraja, kartahusaha, sinatriya, pajeg siti, kedokteran, martanimpuna, dan pasinaon dusun.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Mangkunegaran mengembangkan sistem penganggaran di masing-masing departemen. Anggaran tersebut selanjutnya dimuat dalam Lembaran Kerajaan (Rijksblad) yang terbit setiap tahun. Pelaporan penerimaan dan pengeluaran anggaran disalurkan dengan pembukuan yang tertib.
Bisa dijelaskan masing-masing departemen mengurusi tentang apa? Makasih